From below article, I found that there is a positive thing that we can learn from this Gambaru attitude.
--------------------------
Say YES to GAMBARU!
By Rouli Esther Pasaribu
Terus terang aja, satu kata yang bener2 bikin muak jiwa raga setelah tiba di
Jepang dua tahun lalu adalah : GAMBARU alias berjuang mati-matian sampai titik
darah penghabisan.
Muak abis, sumpah, karena tiap kali bimbingan sama prof, kata-kata penutup
selalu :
motto gambattekudasai (ayo berjuang lebih lagi), taihen dakedo, isshoni
gambarimashoo (saya tau ini sulit, tapi ayo berjuang bersama-sama) ,
motto motto kenkyuu shitekudasai (ayo bikin penelitian lebih dan lebih lagi).
Sampai gw rasanya pingin ngomong, apa ngga ada kosa kata lain selain GAMBARU?
apaan kek gitu, yang penting bukan gambaru.
Gambaru itu bukan hanya sekadar berjuang2 cemen gitu2 aja yang kalo males atau
ada banyak rintangan, ya udahlah ya...berhenti aja.
Menurut kamus bahasa jepang sih, gambaru itu artinya : "doko made mo nintai
shite doryoku suru" (bertahan sampai kemana pun juga dan berusaha abis-abisan)
Gambaru itu sendiri, terdiri dari dua karakter yaitu karakter "keras" dan
"mengencangkan". Jadi image yang bisa didapat dari paduan karakter ini adalah
"mau sesusah apapun itu persoalan yang dihadapi, kita mesti keras dan terus
mengencangkan diri sendiri, agar kita bisa menang atas persoalan itu"
(maksudnya jangan manja, tapi anggap semua persoalan itu adalah sebuah kewajaran
dalam hidup, namanya hidup emang pada dasarnya susah, jadi jangan ngarep
gampang, persoalan hidup hanya bisa dihadapi dengan gambaru, titik.).
Terus terang aja, dua tahun gw di jepang, dua tahun juga gw ngga ngerti, kenapa
orang2 jepang ini menjadikan gambaru sebagai falsafah hidupnya.
Bahkan anak umur 3 tahun kayak Joanna pun udah disuruh gambaru di sekolahnya,
kayak pake baju di musim dingin mesti yang tipis2 biar ngga manja terhadap cuaca
dingin, di dalam sekolah ngga boleh pakai kaos kaki karena kalo telapak kaki
langsung kena lantai itu baik untuk kesehatan, sakit2 dikit cuma ingus meler2
atau demam 37 derajat mah ngga usah bolos sekolah, tetap dihimbau masuk dari
pagi sampai sore, dengan alasan, anak akan kuat menghadapi penyakit jika ia
melawan penyakitnya itu sendiri.
Akibatnya, kalo naik sepeda di tanjakan sambil bonceng Joanna, dan gw ngos2an
kecapean, otomatis Joanna ngomong : Mama, gambare! mama faitoooo! (mama ayo
berjuang, mama ayo fight!).
Pokoknya jangan manja sama masalah deh, gambaru sampe titik darah penghabisan
it's a must!
Gw bener2 baru mulai sedikit mengerti mengapa gambaru ini penting banget dalam
hidup, adalah setelah terjadi tsunami dan gempa bumi dengan kekuatan 9.0 di
jepang bagian timur. Gw tau, bencana alam di indonesia seperti tsunami di aceh,
nias dan sekitarnya, gempa bumi di padang, letusan gunung merapi....juga
bukanlah hal yang gampang untuk dihadapi. Tapi, tsunami dan gempa bumi di jepang
kali ini, jauuuuuh lebih parah dari semuanya itu. Bahkan, ini adalah gempa bumi
dan tsunami terparah dan terbesar di dunia.
Wajaaaaaaar banget kalo kemudian pemerintah dan masyarakat jepang panik
kebingungan karena bencana ini. Wajaaaaar banget kalo mereka kemudian mulai
ngerasa galau, nangis2, ga tau mesti ngapain.
Bahkan untuk skala bencana sebesar ini, rasanya bisa "dimaafkan" jika
stasiun-stasiun TV memasang sedikit musik latar ala lagu-lagu ebiet dan membuat
video klip tangisan anak negeri yang berisi wajah-wajah korban bencana yang
penuh kepiluan dan tatapan kosong tak punya harapan.
Bagaimana tidak, tsunami dan gempa bumi ini benar-benar menyapu habis seluruh
kehidupan yang mereka miliki. Sangat wajar jika kemudian mereka tidak punya
harapan.
Tapi apa yang terjadi pasca bencana mengerikan ini?
Dari hari pertama bencana, gw nyetel TV dan nungguin lagu-lagu ala ebiet diputar
di stasiun TV. Nyari-nyari juga di mana rekening dompet bencana alam. Video klip
tangisan anak negeri juga gw tunggu2in. Tiga unsur itu (lagu ala ebiet, rekening
dompet bencana, video klip tangisan anak negeri), sama sekali ngga disiarkan di
TV.
Jadi yang ada apaan dong?
Ini yang gw lihat di stasiun2 TV :
1. Peringatan pemerintah agar setiap warga tetap waspada
2. Himbauan pemerintah agar seluruh warga jepang bahu membahu menghadapi bencana
(termasuk permintaan untuk menghemat listrik agar warga di wilayah tokyo dan
tohoku ngga lama-lama terkena mati lampu)
3. Permintaan maaf dari pemerintah karena terpaksa harus melakukan pemadaman
listrik terencana
4. Tips-tips menghadapi bencana alam
5. nomor telepon call centre bencana alam yang bisa dihubungi 24 jam
6. Pengiriman tim SAR dari setiap perfektur menuju daerah-daerah yang terkena
bencana
7. Potret warga dan pemerintah yang bahu membahu menyelamatkan warga yang
terkena bencana (sumpah sigap banget, nyawa di jepang benar-benar bernilai
banget harganya)
8. Pengobaran semangat dari pemerintah yang dibawakan dengan gaya tenang dan
tidak emosional : mari berjuang sama-sama menghadapi bencana, mari kita hadapi
(government official pake kata norikoeru, yang kalo diterjemahkan secara
harafiah : menaiki dan melewati) dengan sepenuh hati
9. Potret para warga yang terkena bencana, yang saling menyemangati :
*ada yang nyari istrinya, belum ketemu2, mukanya udah galau banget, tapi tetap
tenang dan ngga emosional, disemangati nenek2 yang ada di tempat pengungsian :
gambatte sagasoo! kitto mitsukaru kara. Akiramenai de (ayo kita berjuang cari
istri kamu. Pasti ketemu. Jangan menyerah)
*Tulisan di twitter : ini gempa terbesar sepanjang sejarah. Karena itu, kita
mesti memberikan usaha dan cinta terbesar untuk dapat melewati bencana ini;
Gelap sekali di Sendai, lalu ada satu titik bintang terlihat terang. Itu bintang
yang sangat indah. Warga Sendai, lihatlah ke atas.
Sebagai orang Indonesia yang tidak pernah melihat cara penanganan bencana ala
gambaru kayak gini, gw bener-bener merasa malu dan di saat yang bersamaan :
kagum dan hormat banget sama warga dan pemerintah Jepang.
Ini negeri yang luar biasa, negeri yang sumber daya alamnya terbatas banget,
negeri yang alamnya keras, tapi bisa maju luar biasa dan punya mental sekuat
baja, karena : falsafah gambaru-nya itu.
Bisa dibilang, orang-orang jepang ini ngga punya apa-apa selain GAMBARU. Dan,
gambaru udah lebih dari cukup untuk menghadapi segala persoalan dalam hidup.
Bener banget, kita mesti berdoa, kita mesti pasrah sama Tuhan.
Hanya, mental yang apa-apa "nyalahin" Tuhan, bilang2 ini semua kehendakNya,
Tuhan marah pada umatNya, Tuhan marah melalui alam maka tanyalah pada rumput
yang bergoyang... ..
I guarantee you 100 percent, selama masih mental ini yang berdiam di dalam diri
kita, sampai kiamat sekalipun, gw rasa bangsa kita ngga akan bisa maju.
Kalau ditilik lebih jauh, "menyalahkan" Tuhan atas semua bencana dan persoalan
hidup, sebenarnya adalah kata lain dari ngga berani bertanggungjawab terhadap
hidup yang dianugerahkan Sang Pemilik Hidup.
Jika diperjelas lagi, ngga berani bertanggungjawab itu maksudnya : lari dari
masalah, ngga mau ngadepin masalah, main salah2an, ngga mau berjuang dan baru
ketemu sedikit rintangan aja udah nangis manja.
Kira-kira setahun yang lalu, ada sanak keluarga yang mempertanyakan, untuk apa
gw menuntut ilmu di Jepang. Ngapain ke Jepang, ngga ada gunanya, kalo mau S2
atau S3 mah, ya di eropa atau amerika sekalian, kalo di Jepang mah nanggung.
Begitulah kata beliau.
Sempat terpikir juga akan perkataannya itu, iya ya, kalo mau go international ya
mestinya ke amrik atau eropa sekalian, bukannya jepang ini. Toh sama-sama asia,
negeri kecil pula dan kalo ga bisa bahasa jepang, ngga akan bisa survive di
sini.
Sampai sempat nyesal juga,kenapa gw ngedaleminnya sastra jepang dan bukan sastra
inggris atau sastra barat lainnya.
Tapi sekarang, gw bisa bilang dengan yakin sama sanak keluarga yang menyatakan
ngga ada gunanya gw nuntut ilmu di jepang.
Pernyataan beliau adalah salah sepenuhnya.
Mental gambaru itu yang paling megang adalah jepang. Dan menjadikan mental
gambaru sebagai way of life adalah lebih berharga daripada go international dan
sejenisnya itu.
Benar, sastra jepang, gender dan sejenisnya itu, bisa dipelajari di mana saja.
Tapi, semangat juang dan mental untuk tetap berjuang abis-abisan biar udah ngga
ada jalan, gw rasa, salah satu tempat yang ideal untuk memahami semua itu adalah
di jepang.
Dan gw bersyukur ada di sini, saat ini. Maka, mulai hari ini, jika gw mendengar
kata gambaru, entah di kampus, di mall, di iklan-iklan TV, di supermarket, di
sekolahnya joanna atau di mana pun itu, gw tidak akan lagi merasa muak jiwa
raga.
Sebaliknya, gw akan berucap dengan rendah hati :
Indonesia jin no watashi ni gambaru no seishin to imi wo oshietekudasatte,
kokoro kara kansha itashimasu. Nihon jin no minasan no yoo ni, gambaru seishin
wo mi ni tsukeraremasu yoo ni, hibi gambatteikitai to omoimasu.
(Saya ucapkan terima kasih dari dasar hati saya karena telah mengajarkan arti
dan mental gambaru bagi saya, seorang Indonesia. Saya akan berjuang tiap hari,
agar mental gambaru merasuk dalam diri saya, seperti kalian semuanya,
orang-orang Jepang).
Say YES to GAMBARU!
Diary of many things... could be my days, my vlog, my technical problem, my cooking / bakings or any interesting article that I found on internet. So stay tune for any new update...
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Music Scales
Scale is a sequence of musical notes with specific order. There are few types of scale such as pentatonic (5 notes) and diatonic (7 notes). ...
-
I realized recipe from my family or my Indonesian friends sometimes need flour "segitiga biru" or "cakra" or "kunci...
-
cinta itu buta tapi manuasia yang jatuh cinta tidak semua buta apakah yang tidak buta itu benar-benar jatuh cinta, atau cuma orang buta yang...
-
250 g beef fillet, sliced thinly 2 tbsps olive oil 2 cloves garlic, sliced thinly 4 basil leaves 1 pkt (200g) baby asparagus, ends trimm...
No comments:
Post a Comment